My photo
Currently seeking therapy through literature. Wrote a novel once, Eccedentesiast (2013), and will proceed on writing casually. Don't take these writings seriously, don't let it question yourself.

Thursday, July 26, 2012

Tulisan Terakhir Ibuku.

Setelah 40 hari lebih kepergiannya, aku akhirnya membranikan diri untuk membuka laptopnya dan melihat apa yang ia tulis. Sepertinya aku mendapatkan hobi ini -menulis, dari ibuku. Ma, aku mencintaimu. Selalu, meski belum seribu pelukan yang kau beri.


“Han, Hutangku Seribu Pelukan”

Pintu ini, pintu kamar putri tunggalku, Annisa, sudah kubuka begitu sering sejak Nisa hadir. Tapi pagi ini, kubuka dengan sedikit debar. Adakah sesuatu yang lain itu? Yang kubayangkan dan kuharap ada sejak dia pulang dari acara makan-makan ulang tahunnya dengan teman-temannya kemarin?
Kunyalakan lampu untuk memastikan. Aku tersenyum, yah itulah dia. Aku melihatnya: setangkai mawar merah, dan setangkai mawar putih. Nisa menyelipkannya di dalam vas rangkaian gerbera dan snap dragon pink indah yang kurangkai untuknya kemarin. Kuambilkan sebuah gelas anggur ramping berkaki biru safir matang tinggi langsing yang anggun, kupotong sedikit tangkai bunga-bunga mawar itu untuk menyesuaikan ketinggiannya. Dan jadilah, dua tangkai mawar dalam gelas yang indah. Sudah tak terlalu segar. Kurasa Nisa menjejalkannya dalam jaketnya pulang semalam. Dia tak ingin seorangpun melihatnya. Mawar merah selalu bersifat pribadi. Tak pernahpun lama merekah segar sempurna ditangan remaja. Mereka mendekapnya, mengelusnya, mengendusnya, menciumnya, meremasnya, mengaduh saat jari mereka yang halus tertusuk duri, lalu tertawa berderai...
Aku memanjakan diriku dengan bahagia putriku diulang tahunnya yang 16. Kemarin kusandarkan sebuah kartu untuknya, begini kutulis:
To: sweety; A. Tiara (ini nama penulisnya, dia suka meringkasnya seperti itu)

Now it’s 16
can’t wait to be 17.
But hold on,
take it slowly.
Cause I’m gonna
give you 1000 hugs first.
I love you,
like a miracle..

Happy birthday, hon!
                             Mom.

Jadi, Nisa menciumku terima kasih, katanya: “You owe me a thousand hugs till next year.”
Aku tersenyum. Kurasa, hutang harus kulunasi. Tuhan akan menuntun jalannya.

No comments: