My photo
Currently seeking therapy through literature. Wrote a novel once, Eccedentesiast (2013), and will proceed on writing casually. Don't take these writings seriously, don't let it question yourself.

Wednesday, April 11, 2012

Dan Lalu

Secara tiba-tiba, aku memutuskan untuk pergi menuju pinggir pantai itu. Dimana langitnya tak terjangkau mataku yang ditutupi kaca mata hitam ini. Pantai terlihat masih sepi sembari aku mendekati diriku kepadanya. Entah, tumben sekali pantai ini sepi. Biasa dikerumuni kawanan muda mudi Aceh, tourist atau hanya mereka yang mencari angin dan berjalan sore. Aku tidak berani membuka jilbab dan membiarkan rambutku tertiup angin. Matahari yang bersinar terang, tidak ada lelahnya mengikuti ubunku. Meski seterik ini, tanpa aku sadari, aku tidak berkeringat. Badanku tidak merasakan panasnya sengatan sinar UV itu. Aku duduk di dekat air dan membiarkan diriku terbasahi oleh cipratan kecil ombak. Aku melepaskan sendalku dan meletakkannya di sebelahku. Sialnya, sendalku terbawa arus dan aku harus berani membiarkan air laut melahap diriku basah. Ternyata arus agak besar dan ombak membawa diriku dan sendal sial itu semakin jauh dan jauh dari daratan. Susah sekali kakiku bergerak, seakan ada yang menahan dan memanglah yang menahan adalah ombak yang keras itu. Hal yang aku rasakan selanjutnya adalah air didalam rongga paruku dan pada detik ini aku tahu aku tertelan laut ganas. Aku mencoba untuk berteriak tapi yang keluar hanyalah bisikan. Dan lalu...

Nafasku terengah dan keringat membanjiri tubuhku yang lemas. 
"Alhamdulillah itu hanya mimpi."
Hanya itu yang aku dapat katakan setelah terbangun dari mimpi yang menyesakkan nafasku. Aku bangun dan menatap jamku, mencoba untuk berfikir dengan keadaan otak yang tenang. Hari ini masih diliburkan kuliahku karena hari ini baru saja satu hari setelah natal. Meski kampusku memang lebih mayoritas ke muslim, tetapi untungnya natal masih diberi libur. Jam 9 pagi, tidak biasanya aku bangun sesiang ini. Biasanya, aku harus bangun jam 5 pagi untuk sholat subuh dan melanjutkan dengan aktifitas harian dan kuliah. Namun, hari ini aku bisa bebas terlentang karena halangan dan libur. Tapi, mimpi aneh tadi telah mengganggu kenyenyakan istirahatku. 

Dengan sangat terpaksa aku merenggangkan ujung ujung jemariku dan punggungku lalu dengan semangat pagi aku menginjakkan kakiku untuk pertama kalinya pada hari ini. 

Reza (work) Recieved @ 5.45 am

Kebo, aku tau kamu masih tidur. Libur semuanya kan? Makan siang jam 12 di Gunung Salju ya? Aku jemput kamu. Siap-siap ya. 

Hmm, di Panglima Polim, Peunangyong. Tumben sekali Reza mengajak aku makan siang, biasanya aku yang mengajaknya. Bulanan kami, jatuh pada tanggal 26 Desember. Oh ya! Itu hari ini! Tapi aku akan berpura-pura untuk melupakannya karena sudah lama sekali dia tidak memberikan aku kejutan. Atau mungkin keterlaluan? hari ini 24 bulanan kami. 

Terdengar suara mobil di depan rumah sewaanku. Tak lama kemudian suara bell telah berdering dan aku tahu pasti itu Reza. Dia memang sangat tepat waktu dan mungkin terkadang lebih cepat dari dugaan. Dan pada hari ini, dia datang jam 11 dan aku pas baru menyelesaikan dandanan. 

"Seperti biasa ya kecepetan."

"Aku gak kecepetan Fir, kan satu jam ke sana kalau macet? Lagian aku kangen kamu tau."

Aku hanya tersenyum manis dikejar oleh senyumannya juga. 

"Hari ini ada event apasih? kamu tumben banget ngajak aku jalan?"

"Hmm... Gak boleh? Ayuk cepet ah dasar cewe pergi makan siang aja dandannya kaya mau ke kondangan deh. Ayuk Fir ah lambat"

Apakah dia melupakannya?

Dan digeretnya aku kemobil dengan buru-buru. Dia dan aku hanya berani berpegangan tangan dimana kami melihat situasi yang sepi. Karena Aceh masih mengikuti syariat Islam, kami trauma melihat mereka yang sering dihukum karena tindakan pacaran yang menurut mereka berlebihan. Terkadang itu membuatku merasa aman, tetapi terkadang itu memang mengganggu keromantisan. 

"Kalo kamu pikir aku lupa, aku gak lupa Fir, aku inget banget. Selamat 2 tahunan ya Fir. Semoga kamu gak ada bosennya sama aku." 

Aku hanya tersenyum karena hatiku tersentak. Dugaanku, harapan dan kenyataan semua berjalan searah sehingga hari ini dimulai dengan tidak adanya kekecewaan. Aku hanya menangguk dan memegang tangannya erat yang sedang memegang rem tangan. 

"Aku sayang kamu Rez."

Menit terasa berlari dari keadaan yang sedang menyenangkan ini. Rasanya hati memang berbunga karena sedang dihembus wewangian kasmaran. Cepat lambat, kami sampai di restoran itu. Kami berbincang mengenai kehidupan dan rencana liburan ini. Semua berjalan dengan lancar sampai tiba pada suatu detik aku merasa sebuah firasat yang kurang baik. Aku coba mengajak Reza pergi dan mengabaikan rasa ini tetapi tidak kuasa aku lakukan. Sesuatu mencoba meniup bisikan rahasia alam tetapi aku tutup kupingku terhadapnya. Dan lalu aku merasakan restoran ini bergetar.

"Reza... gempa?"

"Fir kita keluar sekarang!" 

Dan dia menggenggam tanganku kencang, seakan terasa dari lubuk hatinya bahwa dia tidak ingin ada apapun yang terjadi diantara kita. Aku rasa, mungkin ini yang dicoba dibisikkan kekupingku, hanya sebuah gempa yang agak besar? Aku memeluk Reza diluar, aku tidak perduli lagi karena memang aku melihat beberapa pasangan melakukan hal yang sama. Gempa itu terlihat seperti hal kecil memang, tetapi aku memang takut dan membiarkan gempa tadi melemaskan kakiku yang sekarang bergetar. 

"Aku sayang kamu Reza, kalau hari ini ada apa-apa, aku cuman pengen kamu tau aku sayang kamu."

Reza memelukku erat, aku bisa mengerti isi hatinya yang berkata bahwa semua akan baik saja. Tetapi hidup tidak seperti apa yang kita lihat di TV. Dari sisi belakang punggung Reza, aku dapat melihat ombak laut yang lebih tinggi dari perumahan dan bangunan di sekitar. 

Dan lalu,























Untuk mereka yang terenggut nyawanya pada Tsunami dahulu. Daerah Istimewa Aceh, 26 Desember 2004.

No comments: