My photo
Currently seeking therapy through literature. Wrote a novel once, Eccedentesiast (2013), and will proceed on writing casually. Don't take these writings seriously, don't let it question yourself.

Sunday, June 28, 2015

What It's Like (For Me)

To my fellow friends, family, and lover, I'm sorry.

Saya gak tahu harus mulai ini semua dari mana karena pertanyaan yang belum terjawab jumlahnya udah lost count. Tapi mungkin mulai dari yang paling sederhana;

"apa kabar?"
Saya sebenarnya baik-baik saja. Pada saat kamu tanya, ya... saya baik-baik saja. Karena keputusan untuk bersosialisasi dan keluar dari 'sarang' setidaknya memberi saya nafas segar. Karena kalau di situ-situ saja hanya bikin penat dan teringat. Jadi untuk kalian yang bilang saya hanya pura-pura, kalian sedikit benar. Sebenarnya bukan pura-pura untuk baik, tapi setidaknya saya mencoba untuk baik-baik saja.

Kalau saya sedang tidak baik, pasti saya bilang ke kamu atau ada perubahan sikap. Ya, perubahan sikap yang makin kesini makin sering terjadi. Entah saya lagi di kelas Psikologi Komunikasi, atau lagi duduk nongkrong sama kalian, atau lagi pacaran, atau lagi apapun saya bisa tiba-tiba diam lalu nunduk lalu nangis. Kalau kaya begini ditanya;

"kamu kenapa?"
Saya akan jawab "gak apa-apa". Dan saya berbohong kalau saya bilang saya gak apa-apa. Karena jelas saya kenapa-napa, cuman saya merasa percuma cerita ke kalian karena pasti kalian gak ngerti. Kalian pasti gak paham dan gak tahu harus ngomong apa sehingga situasi jadi awkward. Tapi pasti kalau kita sedekat nadi, kamu korek-korek dikit lama-lama meletus semua emosi dan banjir bandang curhatan ini keluar. Dan ujung-ujungnya kamu diam, atau mungkin hanya bisa memeluk saya dan berkata "jangan mikir kaya gitu ah." Itu saja sudah cukup, percayalah. Saya tidak butuh nasihat yang bertele-tele karena ini semua kesalahan saya.

Saya yang memutuskan untuk sedih karena over think. Lalu kamu tanya lagi;

"Kalau kamu tahu jawabannya, kenapa gak kamu memilih untuk tidak melakukannya?"
Ya kawan, saya untuk alasan tertentu sedang lemah. Bayangkan saya adalah seorang soldier yang ada di medan perang. Pada tahun 2012 saya ditembak di kaki kanan, tahun 2015 saya di tembak di kaki kiri. Ya saya lumpuh, ini metafora yang paling tepat. Karena lumpuh itu sementara, karena saya tidak boleh begini selamanya.

Dulu saya seorang individu yang optimis yang penuh percaya atas nama semesta. Tapi ada kala dimana individu optimis ini lelah berjalan diatas harapan yang tidak pasti, dan buktinya bertubi-tubi disakiti oleh hidup. Jadi kalau kamu tanya;

"Jadi kamu gak percaya sama aku?"
Mohon maaf, jawaban untuk semua orang 'Ya', saya tidak percaya. Kalau kamu cerita lucu atau cerita horror atau bercanda, saya pasti percaya karena ini topik ringan. Tapi kalau sudah masalah perhatian, cinta dan kasih sayang (terutama), relationship, dan trust, mohon maaf, entah kenapa rasa percaya saya masih rapuh. Bukan secara spesifik pada satu orang, tapi pada semua umat manusia. Maaf, ini bukan salah kamu atau dia, tapi ini salah saya yang masih trauma di tembak di dua kaki oleh Kuasa yang saya percaya.

"Jadi kamu maunya gimana?"
Sabar,
saya juga gak tahu saya maunya gimana. Kalau kamu mau tahu saya mau apa, jujur saya mau mati saja karena sudah tidak ada siapa-siapa di sini yang saya harus pertanggung jawabi. Kalau kamu bilang;

"Kamu masih punya aku, teman-teman dan terutama punya diri kamu sendiri!"
Prek. It doesn't matter. Saya punya dua prioritas, dan dua-duanya saya cinta selamanya, dan dua-duanya diambil secara paksa. Kalau kaum manusia yang prioritasnya di bawah dua ini, saya tidak merasa berkewajiban, karena kita ketemu besar. Kalau mereka, ketemu saya dari umur saya fetus.

Kembali ke pertanyaan saya maunya apa? Gak tahu sob. Saya maunya quit game without saving dan mulai dari awal. Saya mau ulang kembali semua lost files saya. Saya gak mau ganti siapapun yang saya temukan dalam hidup, hanya mau di restart aja gimana awalnya biar ada beberapa perubahan yang ingin saya lakukan. Cuman kemauan itu tidak akan bisa dipenuhi, jadi itu hanya angan dan harapan imajinatif. Jadi untuk jawaban realistisnya, saya tidak tahu saya mau apa.

"So what's it like for you? Depression?"
What it's like for me? It's hell. Diantara berapa ratus teman-teman, keluarga, pacar, mantan, dll orang-orang yang perduli, saya merasa hampa. Saya merasa mereka hanyalah sebatas formalitas karena saya baru saja di bully oleh hidup. Sebatas ada maunya, sebatas pengen masuk surga, sebatas... ya, adalah batasnya. Saya merasa percuma berkenalan dengan orang, atau bersosialisasi yang diikat dengan rasa-rasa karena ujungnya kita akan dipisahkan secara paksa.

"Coba deh bersyukur, itu kunci awal kebahagiaan"
Betul! Tapi teman, bagian optimis dari seorang Annisa Tiara sedang luka dahsyat dan belum sembuh. Entah butuh berapa lama untuk kembali normal, tapi saya usahakan secepatnya. Tanpa paksaan, tetapi dengan ketulusan, saya ingin kembali lagi ke diri saya yang semula, bukan yang ini, yang hidup dalam gelap.

Dan untuk bahagia? Saat ini saya belum menemukan lagi kebahagiaan yang tulus. Karena menurut saya bahagia itu bahaya, awal dari kesedihan yang akan muncul.

"Nisa, kamu orang paling kuat yang saya kenal."
Terimakasih, itu salah satu kalimat motivasi paling ampuh buat saya. Membuat saya mensugestikan diri saya sendiri bahwa saya kuat, dan tidak ada masalah dalam hidup ini untuk kembali percaya dan mencinta.

"Jadi kalau kamu sedang jatuh dan tenggelam, saya harus apa?"
Peluk saya, jangan terlalu erat karena saya butuh nafas. Lalu bilang, "semua akan baik-baik saja, bukan hari ini atau besok, tapi pasti akan baik-baik saja nanti. All you have to do now is stay strong, karena saya percaya kamu bisa."

Dan se-instan itu, kamu berubah jadi pahlawan saya.

Ini mungkin post terakhir saya untuk sementara waktu yang panjang. Terimakasih sejauh ini banyak yang masih suka baca-baca tulisan saya meski sudah sangat jarang upload post. Mohon maaf apa bila saya banyak salah kata atau perilaku, kebanyakan dari mereka tidak sengaja karena saya bukan orang dengan niat jahat. Terimakasih untuk semua yang benar-benar perduli dan ada untuk saya, maaf saya adalah orang yang sulit untuk di handle karena keras kepala. Terimakasih untuk lawakan-lawakan yang membuat saya tersenyum sementara. Ini buat suicide note, tapi segelintir jawaban dari pertanyaan yang repetitis ditanya oleh kawan-kawan semua. Entah harus berkata apa lagi, tapi setidaknya keberadaan kalianlah yang mempertahankan keberadaan saya di dunia ini.

Namaste.

No comments: