My photo
Currently seeking therapy through literature. Wrote a novel once, Eccedentesiast (2013), and will proceed on writing casually. Don't take these writings seriously, don't let it question yourself.

Sunday, August 17, 2014

Besok Tidak Punah

Besok mungkin saatnya untuk sang Surya terbenam, melambaikan tangannya pada langit dan membiarkan bulan yang bulat nan megah itu menggantikan posisinya. Mau bulan, mau bintang, mau matahari, langit akan tetap menjadi langit yang bergantikan warna. Tetapi apalah arti sebuah rona, apa bila kita memang ditakdirkan bersama? Takdir... Terlalu berat. Mungkin yang ku maksud, apa bila di akhir nanti, pada sebuah waktu yang tepat, semesta mempertemukan kita kembali.

Besok, bukannya aku tidak ingin bertemu denganmu lagi dan bercengkrama dalam jarak. Tetapi mungkin keadannya tidak lagi memadai. Sekarang, aku menjadi mengerti kenapa waktu sangat berharga. Karena waktu adalah segalanya, waktu adalah hidup. Hanya dalam hidup inilah waktu berada, agar kita, manusia-manusia bodoh, menjalani hidup dalam target? Cita-cita? Keinginan? Entahlah, sebut saja.

Besok tidak menjadikan hari kemarin punah, atau menjadikan masa depan kelabu. Besok, adalah sebuah peluang baru untuk kita berdua memulai jalan masing-masing. Menjelajah hidup lebih dalam, dan mungkin dua tahun kedepan saat kita pasti bertemu lagi, kita telah menjadi manusia yang paling sempurna untuk masing-masing.

(Meskipun, menurutku, keberadaan kamu yang sekarang sudah sangat sempurna untukku. Membuatku tidak ingin menunggu lebih lama lagi, untuk mengarumi sungai hidup bersampingan).

Besok, saat waktunya Surya untuk terbenam, aku tidak akan tersakiti. Dan aku harap kamu mengerti. Bukan ini semua yang kumaksud adalah perpisahan, melainkan sebuah kesempatan untuk kita berdua menjadi seseorang yang lebih dari yang kita ketahui. Kamu, dan semua cita-citamu, aku dan semua keinginanku.

(Meskipun, memang yang aku inginkan saat ini adalah kamu, jelas. Tapi mungkin semesta berkata; “ nanti”, “sabar”, “tunggu dulu”, “bagian terbaiknya sudah kami siapkan untuk sebuah penutup yang magis.” Maka biarkanlah demikian.)

Aku harap kamu tidak melupakanku, pertemuan singkat kita dan rasa-rasa yang ada. Langit akan tetap menjadi langit, tidak perduli rona apa yang ada. Magenta, ultraviolet, oranje, biru, abu, hitam, bentangan luas dunia di atas awan akan statis, menjadi dirinya sampai nanti akhir dunia. Jika kamu merindukan aku, atau aku merindukan kamu, tataplah langit itu, dan ketahuilah kita masih di bawah langit yang sama.

Love, besok dan sampai kapanpun aku tahu aku akan mencintaimu lebih dari kemarin. 

Dan dalam satu kedipan lagi, penutup magis kita sudah di depan mata.