My photo
Currently seeking therapy through literature. Wrote a novel once, Eccedentesiast (2013), and will proceed on writing casually. Don't take these writings seriously, don't let it question yourself.

Friday, January 17, 2014

Cicak, Cicak di Kaca

Ada sebuah kala dimana alat perekat di bawah kakiku sepertinya sudah tidak berfungsi dengan baik lagi. Beberapa kali aku mencoba mendaki rintangan vertikal di ruangan ini, dan berkali-kali aku membiarkan gravitasi memelukku kembali. Membiarkan kekuatannya membanting badanku, memperbolehkannya menghantam ringannya tubuhku yang dingin ini ke dasar ubin putih di kamar nona kecil.

Sering kali, hal ini aku anggap sebagai sebuah rintangan. Karena aku sadar aku tidak bisa selalu menyalahkan dunia (atau kakiku) jika ada sebuah suatu berjalan ke lain arah dari pada arah tujuan. Aku cari pijakan mana yang luput dari pandangan, dan langkah-langkah apa yang membuatku terpeleset ke jurang? Sering kali aku berdiam di bawah tempat tidur nona kecil (yang ukurannya berjuta-juta kali lebih besar dari pada diriku) untuk merenung dan berfikir. Aku merasa seperti manusia biasa di bumi di bandingkan dengan semesta alam yang mewahnya tidak terjangkau ini. Kadang aku tidak menemukan kesalahan dari langkahku, sehingga, dengan hanya modal nekat dan genggaman erat pada harapan, aku melangkah lagi dan lagi.

Ada sebuah kala dimana aku menanjakki sesuatu yang memantulkan bayanganku. Kaca namanya. Rintangan yang lebih berat dibandingkan wallpaper pink kamar nona kecil yang bercorak garis pink putih dan berbunga. Dan pada hari ini diriku yang ringkih dan sering diabaikan ini, dengan modal nekat dan genggaman erat pada harapan, mencoba mendaki gunung Everest. Aku percaya pada diriku sendiri bahwa kali ini aku akan mencapai puncak dan dari detik itu seterusnya, semuanya akan lebih baik dan lebih indah di atas. Pikiranku tertuju pada fantasi akan indahnya berada di atas sehingga tak terasa, aku sudah hampir sampai! Tetapi…


Sering kali, aku  kembali lagi memberikan izin pada gravitasi untuk menarik badanku yang tipis dan dingin ini ke ubin putih kamar nona kecil, yang sedang tersedu memandang dirinya sendiri.

No comments: