My photo
Currently seeking therapy through literature. Wrote a novel once, Eccedentesiast (2013), and will proceed on writing casually. Don't take these writings seriously, don't let it question yourself.

Sunday, July 7, 2013

Metafora

Malam ini dingin. Bukan dingin seperti biasanya yang sejuk, tetapi dingin yang benar-benar menembus layar kulit dan sama sekali tidak membuat aku nyaman. Aku menengadah sedikit, tak terlihat jejakan kaki para pion awan maupun sekutunya. Para penerang jalanan hari ini juga tidak terlalu banyak. Aku hanya bisa melihat sekitar satu atau dua ekornya, sejauh mata memandang. Apa lagi dewi mereka, sang Dara, sama sekali tidak hadir malam ini. Benar-benar pekat.

Bisingan dalam pikiranku terdengar jelas, semua argumen logika dan kata hati yang membatu dalam diriku semakin jelas. Malam ini hening yang benar hening. Bahkan tidak ada suara mobil atau motor, atau apapun, dan jika pada malam ini aku tenggelam dalam kegelapan, tidak akan ada seorang pun yang tahu 

-mungkin.

Semakin lama aku berjalan mendekati entah masa depan atau masa lalu, terasa semakin dingin. Bintangnya jatuh, rontok satu demi satu menjauh perlahan dari langit yang sedang muram dan meninggalkannya dalam sepi. Berjalan menjauh lalu menghilang, begitulah permainan para bintang. Jikalau sudah bahagia dan nyaman, meninggalkan langit yang dulu memeluknya hangat disaat mereka sedang redup. Saat cahaya mereka kembali, begitulah caranya membalas budi.

Tetapi langitnya telah lelah untuk merasa, sehingga rintik air hujan tidak turun malam ini. Langitnya telah berdamai dengan situasi dan kondisi, dan semua rasa yang membara. Aku tersenyum melihat kekuatan langit dan menoleh kembali ke arah jalan pulang yang aku tuju, setidaknya tanpa Dara dan para bintang, langitnya masih cukup terang untuk menuntunku memilih pilihan yang tepat, antara ke kanan atau ke kiri, atau mungkin jalan terus kedepan tanpa menoleh lagi sedikitpun ke belakang. 

No comments: