My photo
Currently seeking therapy through literature. Wrote a novel once, Eccedentesiast (2013), and will proceed on writing casually. Don't take these writings seriously, don't let it question yourself.

Sunday, February 19, 2012

Berkunjug ke Kelas 3.

18 Februari 2012

Sebuah penyesalan besar memang saat mendengar bokap gue ngajak ke Bandung last minute banget pas gue udah bikin acara tersendiri. Keinginannya menemani sang pacar tanding JSFA di British International School hari minggu, tapi... menemani sang Ibu chemotherapy memang jauh lebih penting.

Hari sabtu pagi sekitar jam 5.30 pagi, gue dibangunin bokap dengan terburu-buru suruh bangun karena harus pergi ke Bandung. Karena tidur jam 12 malem kurang, ngantuk itu memang sesuatu yang sangat susah di lawan. Jadi, bangun pagi, beres dulu lalu sampe mobil langsung tidur lagi. Sampai di Bandung, langsung gue jemput nyokap lalu memetir ke RSHS dimana nyokap gue harus di chemo. Biasanya, nyokap gue di kamar VIP, kalo lagi chemo yang 5 jam sehingga doi harus nginep, tapi untuk hari ini karena cuman 1 jam, jadi kami bersinggah di kelas 1. Sebelah ibu pertiwiku terbaringlah seorang ibu tua yang cancer colon, dan kami sempat mengobrol. Tak lama, gue diajarin cara bayar dan lain sebagai just in case bokap ga bisa... or in other words, males -_-

Dimulai ke lantai 2, dimana kami (gue dan bokap) harus masuk ke kelas 3 untuk ke farmasi dan mendapat cap aggreement apalah. Gue melihat sebuah kekacauan pada RS itu, dimana satu ruangan yang pengap itu berisi 6 orang sekaligus dengan berbagai macam penyakit. Kesian, melihat mereka dibaringkan di sebuah ruangan sempit yang tidak berAC hanya dengan jendela dan tidak ada bel panggil suster, jadi haruslah mereka berteriak-teriak. Sebuah tragedi pertama yang gue pandang, kemiskinan diantara hidup individual dalam dunia ini.

Lalu harus balik ke bawah dan pergi ke akutansi untuk bayar karena sudah dapat approval dari lantai 2 tadi (farmasi) karena menandakan tidak adanya obat lagi yang harus di beli. Di akutansi ini, gue ngantri 1 jam hanya untuk membayar uang chemo. Anehnya, lamanya gue itu sama lamanya sama mereka yang antri untuk rawat inap dan lain sebagainya. Mengapa? Karena ternyata mereka masih menggunakan sistem kolot yang menggunakan kertas dan kekuatan manusia. Sebuah tragedi kedua dan terakhir yang gue saksikan hari ini. Betapa petinggi pemerintah lebih sibuk mengurusi dirinya sendiri dalam permainan politik dan korupsi dibanding memelihara negaranya. Entah...

What I'm trying to say is, bahwa hari ini sangat menyedihkan bukan karena nyokap gue harus ditusuk-tusuk tapi dengan gue menyaksikan betapa duit adalah 'Tuhan'nya dunia dan tanpanya manusia seperti tak berdaya. Aneh, mereka yang kaya semakin kaya disini dan yang miskin semakin miskin. Pemerintah sebaiknya melirik dan mengambil tindakan lebih lanjut dalam dunia masyarakat. Gue tidak menghimbau untuk sekaligus mereka tangani, tapi mungkin bisa dimulai dari kesehatan masyarakat. Jika memang sulit dalam merubah kebiasaan orang Indonesia yang agak kotor dan kurang mementingkan lingkungan dan kesehatan (karena gue begini) bisa mereka sediakan lebih banyak fasilitas untuk menanganinya. Jika sebuah cara tidak dapat bekerja sebaiknya mereka mencari cara lain untuk menangani sebuah masalah.

Bisa dibayangkan jika mereka (petinggi pemerintah) adalah seorang yang miskin yang tidur di sebuah gubuk. Pada suatu hari musibah penyakit berjalan bersamanya dan uang di kantong hanya beberapa rupiah. Hidup individu di dunia semakin nyata karena keberadaan uang yang telah menjadi raja dalam diri kita. Ga bisa munafik memang, gue pun butuh uang untuk hidup. Tapi... apakah hidup kita bergantung padanya? Mereka yang sakit dan tidak punya uang, tidakkah itu sebuah ketidak adilan dimana kesempatan hidup mereka kurang banyak persenannya karena semata mereka tidak punya uang. Dibanding mereka yang bernafas uang, mereka dapat melakukan semua cara untuk menghidupkan seorang badan kembali.

Memang diakhirnya, semua orang berevolusi dengan waktu dan menguap bersamanya. Memang kematian adalah sebuah janji yang sudah pasti dan tidak bisa dihindar. Tetapi mungkin jika fasilitas rumah sakit ditingkatkan, bisa dikata, kemungkinan untuk hidup bisa diperpanjang. Pemerintah... tolong, berikan rasa iba anda sedikit pada mereka yang kurang, pada kami masyarakat biasa yang tidak mendapat uang semudah kalian.

And just like that, through poverty -the most savage crime, people just disappear, one by one.

No comments: