My photo
Currently seeking therapy through literature. Wrote a novel once, Eccedentesiast (2013), and will proceed on writing casually. Don't take these writings seriously, don't let it question yourself.

Monday, February 6, 2012

Kecewa?

Kecewa adalah saat realita tidak mengabulkan imajinasimu. Dirimu yang telah berharap banyak akan sebuah rencana, telah di gagalkan oleh dunia nyata. Yang bisa kau lakukan adalah menyaksikannya menguap bersama waktu dan membiarkan mereka bercengkrama dalam masa lalu. Menjadi sebuah penyesalan yang di kemudian hari, kau melihat kebelakang pundakmu dan menatap mereka tertawa. Tertera diatas kepalamu, kecewa.

Dapat dirasa, kecewa bukanlah sebuah hal yang siapapun inginkan. Kecewa bisa mencair menjadi tangisan sedih atau memanas menjadi amarah yang meluap. Entah yang mana yang kau pilih, tetapi satu hal yang aku tau, kecewa dapat diatasi saat kau sadar bahwa dunia memang kejam. Tidak semua rencana dapat berjalan lancar, semua impian indah dan kisah yang kelak kau ingin ceritakan pada semua orang. Dunia mungkin senang mentertawakan tangismu, tetapi dia lebih senang melihat kau bangkit. Dan memang itulah yang sepatutnya semua orang lakukan, termasuk diriku.

Mungkin semua angan indah yang aku gambar dalam angin telah berlari bersama hembusannya, melalui semua seluk beluk kejam dunia. Entah berapa es batu yang telah meleleh dalam kekecewaan, merubah wujud menjadi tetes air mata dan memanas menjadi bentakan laknat. Sehingga dalam sebuah titik buntu, aku menyadari bahwa kecewa, tangis, amarah, tidak secara instan merubah impian jadi kenyataan. Mereka hanya sebatas simbol emosi dan identitas diri. Identitas yang menunjukkan bahwa "Hey dunia, aku kecewa." Berharap lirikan simpatik dari publik, yang sebenarnya pun, tidak membawa perubahan.

Aku masih mencari jawaban yang bersembunyi. Jawaban untuk bagaimana cara mengatasi rasa kecewa yang berat? Semua foto masa lalu yang tertempel rapih di dinding kamar, hanya menjadi foto. Yang hilang, tidak akan kembali, yang layu, tidak akan bersinar, yang lewat, sudah mati. Masa lalu, hangus. Sesal, kecewa yang tumbuh bersama diriku dalam perputaran fana, entah menjadi pilihan dilematis. Antara melepaskannya dan membangun masa depan yang mirip indahnya, atau mencoba cara untuk kembali ke belakang hingga sampailah pada ujung pikiran rasional?

Detik ini, kedepan, hanya menyadarkan diri akan realita lah yang dapat aku lakukan. Sebatas imajinasi dan angan yang masih direncanakan Tuan, apakah nyata nanti? Atau tidak. Semua dapat dipelajari sesudah, dapat di analisa, dapat di lupakan. Kebahagiaan dan kekecewaan itu sama. Mereka akan datang, mereka akan pergi. Seperti aku, yang entah kapan, akan pergi berjalan, bersama waktu.

No comments: